BENGKULU – Sepanjang bulan September hingga awal Oktober 2025, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu menjadi sorotan publik setelah tiga kali didatangi massa dari berbagai aliansi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Aksi-aksi tersebut menyoroti sejumlah kasus dugaan korupsi dan praktik tambang ilegal.
Gelombang pertama terjadi pada 18 September 2025, saat Aliansi Masyarakat Bengkulu Bersatu menggelar aksi di depan Kantor Kejati Bengkulu. Massa mendesak agar Kejaksaan Tinggi menuntaskan
- Kasus dugaan korupsi Mega Mall Bengkulu
- Kasus program Samisake Kota Bengkulu
- Dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) di lingkungan Pemkot Bengkulu
- Ganti rugi pembangunan Gedung Merah Putih Pemkot Bengkulu.
Massa menilai, Kejati harus lebih tegas dan transparan dalam penanganan kasus-kasus tersebut karena menyangkut kepentingan publik dan penggunaan uang negara.
Tak lama berselang, pada 29 September 2025, aksi serupa kembali terjadi. Kali ini digelar oleh Konsorsium Nasional LSM Provinsi Bengkulu. Mereka menuntut Kejati Bengkulu untuk mengusut tuntas dugaan praktik ilegal mining (pertambangan tanpa izin) serta dugaan korupsi di lingkungan pemerintah daerah.
Selain itu, konsorsium juga mendesak agar Kejati mengambil alih penanganan kasus dugaan korupsi senilai Rp286 miliar yang terjadi pada tahun 2011 dan pernah ditangani Kejari Kota Bengkulu, namun hingga kini belum ada kejelasan hukum.
Gelombang ketiga terjadi hanya dua hari berselang, tepatnya pada 1 Oktober 2025. Kali ini aksi dilakukan oleh LSM Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (PEKAT-IB). Mereka menyoroti Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 43 Tahun 2019 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang diduga bermasalah.
Dalam tuntutannya, massa menduga regulasi tersebut mengandung indikasi pengondisian dalam pengadaan lahan untuk pembangunan Gedung Merah Putih.
Selain itu, LSM PEKAT juga mendesak Kejati untuk mengungkap dokumen aliran dana yang disebut ditemukan di rumah orang dekat tersangka kasus tambang batubara, yang juga merupakan mantan caleg PAN, Iryanka Agustina, serta meminta agar aktor-aktor politik yang terlibat turut diperiksa.(red)









