Koalisi Langit Biru Ajukan Kasasi kasus PLTU Bengkulu

Bengkulu  – Tim advokasi Langit Biru Bengkulu, yang merupakan kuasa hukum warga yang menggugat izin lingkungan PLTU batu bara Teluk Sepang, Kamis (02/07) menyerahkan memori kasasi ke Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bengkulu.

Salah satu pengacara Koalisi Langit Biru Irvan Yudha Oktara mengatakan, ada beberapa hal yang menjadi alasan mengapa pihaknya mengajukan kasasi ke MA.

Pertama, kata dia, putusan PT TUN Medan pada tingkat banding yang menguatkan putusan PTUN Bengkulu dalam pertimbangan hukumnya tidak mencantumkan ketentuan pasal peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum untuk menguatkan putusan.

Sehingga menurutnya putusan tersebut telah melanggar ketentuan pasal 109 ayat (1) huruf e juncto pasal 107A ayat (2) UU Peradilan TUN, serta Pasal 53 ayat (2) juncto pasal 50 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman.

Kedua, lanjutnya, putusan tingkat banding maupun tingkat pertama tidak didasari pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar karena adanya kontradiksi antara pertimbangan hukum yang menolak dalil-dalik tergugat I yang kemudian dalam amar putusan mengabulkan eksepsi tergugat I yakni Gubernur Bengkulu.

Ketiga, pengadilan juga telah salah menerapkan hukum dengan tidak menerapkan pasal 19 ayat (2) dan pasal 81 ayat (5) PP nomor 24 tahun 2018 sebagai dasar hukum dalam pertimbangan hukumnya.

“Dengan alasan ini kita minta agar putusan PT TUN Medan serta PTUN Bengkulu terkait Izin Lingkungan PT TLB harus dibatalkan, selain itu juga kita meminta MA untuk mengadili sendiri terhadap perkara yang kita ajukan ini,” ucapnya.

Sementara itu, juru kampanye energi Kanopi Hijau Indonesia Olan Sahayu menambahkan, lingkungan yang baik dan sehat adalah hak asasi manusia dan dilindungi UU nomor 39 tahun 1999. T

Terkait hasil gugatan, menurutnya putusan tingkat pertama di PTUN Bengkulu dan putusan banding di PT TUN Medan tidak mempertimbagkan keselamatan lingkungan dan masyarakat.

“Fakta lapangan seperti hilangnya ekosistem mangrove yang menyebabkan kerugian bagi nelayan kepiting bakau, hilangnya mata pencarian petani penggarap serta substansi dokumen ANDAL yang kami pandang cacat tidak membuat hakim pada tingkat pertama dan kedua mampu membut keputusan yang berpihak kepada lingkungan dan masyarakat korban berdirinya PLTU batubara teluk sepang Bengkulu,” kata dia.

Untuk diketahui bahwa Dokumen ANDAL yang tidak mampu mengantisipasi dampak lingkungan dari beroperasinya PLTU batubara teluk sepang ini, korbannya tidak hanya warga yang tinggal di Teluk Sepang saja akan tetapi juga akan berdampak kepada warga kota Bengkulu, kesehatan dan sumber penghidupan seperti pertanian dan nelayan diperkirakan akan menjadi korban pertama dari dampak lingkungan tersebut.

Dalam analisis yang dilakukan Kanopi Hijau Indonesia, izin lingkungan terbit didasari atas penyusunan dokumen ANDAL yang mengandung kekeliruan dan ketidakbenaran informasi.

Rekomendasi yang tidak sesuai dimana dokumen rekomendasi ini menyatakan bahwa energi yang akan digunakan adalah energi baru dan terbarukan dan mengantisipasi peningkatan potensi risiko bencana, adalah beberapa hal penting yang tidak diindahkan dalam proses penyusunan dokumen AMDAl sebagai basis ilmiah terbitnya izin linkungan.

“Dalam Putusan majelis hakim baik pada tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara Bengkulu tanggal 17 Desember 2019 menyatakan bahwa para penggugat tidak memiliki legal standing artinya para penggugat tidak memiliki hak untuk menggugat,” paparnya.

Begitupun pada tingkat tinggi, dikuatkannya putusan PTUN Bengkulu merupakan bentuk nyata bahwa pengadilan pada tingkat pertama dan tinggi belum mampu memberikan jaminan keselamatan lingkungan dengan memenangkan gugatan rakyat.

“Kami berharap putusan yang akan dikeluar oleh majelis hakim agung dapat berpihak kepada rakyat dan lingkungan pungkas harianto sambil mengangkat tanggan kirinya,” ucapnya. (Ant)